Hidup ini ibarat sebuah perjalanan, banyak liku-likunya, licin,
bergelombang, dan banyak sandungan. Terkadang terjal dan mendaki lalu
tiba-tiba menurun sehingga membuat seseorang terjungkal bila tidak siap
menghadapinya.Sama dengan permasalahan yg sering kita hadapi, hampir
tidak pernah sepi, selalu datang dan pergi. Tetapi inilah hidup. Selama
nafas masih dikandung badan masalah memang tidak pernah selesai.Dalam
belitan masalah yang seolah tdk pernah berakhir itu sebenarnya setiap
orang pasti memiliki cara untuk menyelesaikannya, seseorang akan
belajar dengan sendirinya. Pengalaman akan selalu memberikan pelajaran
kepada kita. Seperti kata sebuah ungkapan: pengalaman adalah guru yang
terbaik. Kata orang: orang yang pintar adalah yang selalu bisa
mengambil pelajaran dari masa lalunya dan menjadikannya bahan perenungan
untuk menentukan setiap tindakan berikutnya. Orang yang baik bukan
orang yang tak pernah salah, tetapi orang yang menyadari kesalahannya
dan segera berusaha memperbaikinya. (Begitulah kata Bang Haji Rhoma
Irama, hahaha...)
Seperti penyakit yang menyerang tubuh kita,
setiap ada penyakit yang masuk ke dalam tubuh, maka secara otomatis
tubuh akan membentuk antibodi, daya kekebalan untuk melawan. Semakin
berat penyakit, antibody makin memberikan kekuatan untuk bertahan, meski
tentu sampai pada batas tententu, ketika tubuh tak kuat lagi
melawannya, kita membutuhkan bantuan dari luar juga. Begitulah Allah
memberi kita potensi. Allah memberikan penyakit, pasti disertai dengan obatnya. Begitu juga dengan permasalahan yang melingkupi diri kita. Jika Allah memberikan permasalahan pasti juga memberikan jalan penyelesaian. Tetapi kita sering tidak menyadari dengan
kemampuan kita sendiri. Atau karena memang kita yang tidak mau
memanfaatkannya, karena selalu saja ada kecenderungan untuk mencari
kemudahan?
Mungkin memang sudah kodrat manusia selalu mencari yang mudah, sehingga setiap menemukan kesulitan cenderung menghindar seolah kesulitan memang sesuatu yang seharusnya dijauhkan. Padahal bukankah tidak akan pernah ada kata mudah jika tidak ada kata susah. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang yang tidak bisa dipisahkan. Tetapi anehnya kebanyakan kita memang hanya mencari satu sisi yang paling kita sukai yang disebut kemudahan. Kesulitan memang seringkali dihindari, padahal sebenarnya
kesulitan itu bukan untuk dijauhi tetapi untuk dipecahkan dan dicarikan
jalan penyelesaian. Jika selamanya kita menghindari permasalahan maka sesungguhnya kita tidak akan pernah belajar. Seseorang akan jadi pintar setelah mampu melewati ujian demi ujian. Seseorang akan jadi lebih tangguh setelah dihadapkan pada rintangan dan tantangan kemudian mampu ia taklukkan.
Seseorang yang tidak pernah menghadapi kesulitan dalam perjalanan hidupnya akan tumbuh menjadi sebuah pribadi yang rapuh. Masalah yang kecil saja akan menjadikan sebuah kebingungan yang besar dan keputus asaan-lah yang akan menimpanya ketika tak ditemukan jalan keluar . Ibarat sebatang pohon yang akan mudah patah meski hanya oleh angin yang bertiup tak seberapa. Juga meski hanya dengan sebuah sentuhan yang kecil saja.Tetapi lihatlah sebatang pohon bambu yang biasa diterpa kencangnya angin, ia tidak mudah tumbang meski angin demikian kuat menerpa. Seperti itu pula sebuah pribadi yang sudah terbiasa menghadapi berbagai macam persoalan dalam kehidupannya, tidak akan mudah putus asa meski sebesar apapun kesulitan yang dihadapinya. Maka sebenarnya kesulitan dan masalah adalah cara Allah menjadikan kita menjadi orang yang kuat dan tak mudah menyerah oleh berbagai masalah.
"Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan, Apabila kamu telah selesai dalam satu urusan, maka segeralah mengerjakan urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmu-lah hendaknya engkau berharap". QS. Al Insyirah: 5-8.
Selasa, 10 April 2012
"Menangislah, untuk Cinta Tuhan-mu...!"
Menangis? Mendengar kata ini mungkin yang terbayang dalam benak kita
adalah sifat cengeng, sikap lemah, dan rasa putus asa. Dan semua itu
selalu saja dihubung-hubungkan dengan perempuan. Padahal kenyataannya,
menangis tidak selamanya menggambarkan sifat2 negatif dan sikap yang
lemah. Dan menangis tak selamanya pula didominasi oleh kaum hawa,
karena priapun ternyata juga sering melakukannya meskipun tidak secara terbuka mengakuinya.
Menangis bukanlah sesuatu yang harus membuat kita merasa malu, karena menangis sebenarnya adalah salah satu bentuk ungkapan hati, sebuah luapan perasaan yang emosional. Ekspresi ini bisa jadi merupakan wujud dari kekurangan dan kelemahan kita bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu, ketika kita mengalami berbagai tekanan, mendapatkan bermacam cobaan yang tak berkesudahan, maka ketika itu kita tak mampu menahan beratnya beban perasaan. Akhirnya air matapun bercucuran. Tapi apapun alasannya, yang terpenting tidak terlalu larut dalam tangis, atau sampai menjadi histeris. Karena seringkali setelah menangis hati terasa lebih lega.
Bagi orang yang beriman, menangis juga merupakan bentuk kepasrahan dan ketundukan hati kita kepada Allah. Menangis di hadapan Allah adalah salah satu wujud kelembutan hati seorang mukmin. Ketika kita bisa menumpahkan airmata saat bersimpuh dihadapanNya, tangis dan iarmata itu yang akan menghadirkan kedamaian di hati kita, meskipun disaat yang sama kita akan merasa tidak berarti apa-apa dibandingkan betapa keagungan-Nya yang tiada batasnya. Sebaliknya apabila saat berdoa tak setitikpun airmata yang menetes di pipi kita, ketika itu yang terasa adalah betapa kerasnya hati kita. Saat itu mungkin akan timbul kesadaran bahwa kita telah banyak melakukan kesalahan, sering lalai dan mengabaikan perintah-perintah Allah sehingga tanpa kita sadari telah semakin menjauhkan kita dari cinta dan kasih sayang-Nya. Hati yang keras karena kekhilafan dan dosa-dosa kita membuat kita tak lagi mudah meneteskan airmata ketika bersimpuh di hadapanNya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menangis ketika putra beliau Ibrahim dipanggil oleh Allah Swt. Bahkan di lain waktu, ketika menjelang beliau wafat, beliau juga pernah menangis di depan malaikat Jibril. Hal ini dilakukan Rasulullah.saw karena mengkhawatirkan nasib umatnya kelak di akhirat. Demikian pula Abu Bakar As Sidiq, beliau selalu menangis tersedu ketika sedang shalat, sehingga putrinya, Aisyah Ra, menjuluki ayahnya ini dengan “Rajulun Baky” atau lelaki yang suka menangis. Inilah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya menangis bisa terjadi pada siapa saja, dengan berbagai alasan yang berbeda.
Dalam Al Qur’an juga banyak dijelaskan tentang sifat orang-orang yang beriman yang apabila di sebutkan Nama Allah atau ketika dibacakan ayat-ayat suci Al Qur’an kemudian tersungkur, bersujud dan menangis dan semakin bertambah kekhusukannya kepada Allah:
“….Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila dibacakan Al Qur’an kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusu’.(QS.Al Isra 17 :107 – 109)
Dalam ayat lain juga disebutkan: “…..dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (QS. Maryam 19: 58).
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yang menjelaskan tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Golongan yang ke tujuh adalah seseorang yang mengingat Allah ketika sedang sendirian lalu air matanya mengalir. Air mata yang mengalir sebagai bentuk pengakuan betapa keagungan Allah sungguh tiada bandingan, betapa tanpa pertolongan-Nya manusia bukanlah apa-apa, hanya ibarat sebutir pasir di tengah luasnya gurun sahara. Betapa hebatnya, betapa mulianya, meski hanya sekedar air mata atau tangis yang sering dianggap orang sebagai bentuk kelemahan diri belaka. Tetapi air mata itulah yang suatu ketika nanti di hari kiamat yang akan menghadirkan naungan Allah di saat tidak ada tempat bernaung kecuali naunganNya. Subhanallah!
Maka kita tidak perlu malu untuk menangis, kalau memang itu bisa meringankan beban di hati kita. Dan betapa kita akan merasakan kelembutan di hati kita tatkala kita sedang bersujud, tersungkur dan menangis di hadapan Allah, dalam tahajud di ujung malam malam kita, ketika kebanyakan manusia tengah terlelap dalam mimpinya, sementara kita bersimbah airmata dalam berjuta harap yang tak pernah lenyap atas kasih sayang dan ampunan-Nya. Tangis yang akan menambah keimanan dan menyadarkan kita betapa tidak berdayanya kita tanpa pertolongan dan kasih sayang Allah. Tangis yang akan semakin mendekatkan kita dan membawa kita berlabuh pada cinta-Nya.
Maka menangislah, untuk kelembutan hatimu dan Cinta Tuhan-mu…!
Wallahu a'lam bisshawab.
Menangis bukanlah sesuatu yang harus membuat kita merasa malu, karena menangis sebenarnya adalah salah satu bentuk ungkapan hati, sebuah luapan perasaan yang emosional. Ekspresi ini bisa jadi merupakan wujud dari kekurangan dan kelemahan kita bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu, ketika kita mengalami berbagai tekanan, mendapatkan bermacam cobaan yang tak berkesudahan, maka ketika itu kita tak mampu menahan beratnya beban perasaan. Akhirnya air matapun bercucuran. Tapi apapun alasannya, yang terpenting tidak terlalu larut dalam tangis, atau sampai menjadi histeris. Karena seringkali setelah menangis hati terasa lebih lega.
Bagi orang yang beriman, menangis juga merupakan bentuk kepasrahan dan ketundukan hati kita kepada Allah. Menangis di hadapan Allah adalah salah satu wujud kelembutan hati seorang mukmin. Ketika kita bisa menumpahkan airmata saat bersimpuh dihadapanNya, tangis dan iarmata itu yang akan menghadirkan kedamaian di hati kita, meskipun disaat yang sama kita akan merasa tidak berarti apa-apa dibandingkan betapa keagungan-Nya yang tiada batasnya. Sebaliknya apabila saat berdoa tak setitikpun airmata yang menetes di pipi kita, ketika itu yang terasa adalah betapa kerasnya hati kita. Saat itu mungkin akan timbul kesadaran bahwa kita telah banyak melakukan kesalahan, sering lalai dan mengabaikan perintah-perintah Allah sehingga tanpa kita sadari telah semakin menjauhkan kita dari cinta dan kasih sayang-Nya. Hati yang keras karena kekhilafan dan dosa-dosa kita membuat kita tak lagi mudah meneteskan airmata ketika bersimpuh di hadapanNya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menangis ketika putra beliau Ibrahim dipanggil oleh Allah Swt. Bahkan di lain waktu, ketika menjelang beliau wafat, beliau juga pernah menangis di depan malaikat Jibril. Hal ini dilakukan Rasulullah.saw karena mengkhawatirkan nasib umatnya kelak di akhirat. Demikian pula Abu Bakar As Sidiq, beliau selalu menangis tersedu ketika sedang shalat, sehingga putrinya, Aisyah Ra, menjuluki ayahnya ini dengan “Rajulun Baky” atau lelaki yang suka menangis. Inilah salah satu bukti, bahwa sesungguhnya menangis bisa terjadi pada siapa saja, dengan berbagai alasan yang berbeda.
Dalam Al Qur’an juga banyak dijelaskan tentang sifat orang-orang yang beriman yang apabila di sebutkan Nama Allah atau ketika dibacakan ayat-ayat suci Al Qur’an kemudian tersungkur, bersujud dan menangis dan semakin bertambah kekhusukannya kepada Allah:
“….Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila dibacakan Al Qur’an kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusu’.(QS.Al Isra 17 :107 – 109)
Dalam ayat lain juga disebutkan: “…..dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (QS. Maryam 19: 58).
Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yang menjelaskan tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naunganNya. Golongan yang ke tujuh adalah seseorang yang mengingat Allah ketika sedang sendirian lalu air matanya mengalir. Air mata yang mengalir sebagai bentuk pengakuan betapa keagungan Allah sungguh tiada bandingan, betapa tanpa pertolongan-Nya manusia bukanlah apa-apa, hanya ibarat sebutir pasir di tengah luasnya gurun sahara. Betapa hebatnya, betapa mulianya, meski hanya sekedar air mata atau tangis yang sering dianggap orang sebagai bentuk kelemahan diri belaka. Tetapi air mata itulah yang suatu ketika nanti di hari kiamat yang akan menghadirkan naungan Allah di saat tidak ada tempat bernaung kecuali naunganNya. Subhanallah!
Maka kita tidak perlu malu untuk menangis, kalau memang itu bisa meringankan beban di hati kita. Dan betapa kita akan merasakan kelembutan di hati kita tatkala kita sedang bersujud, tersungkur dan menangis di hadapan Allah, dalam tahajud di ujung malam malam kita, ketika kebanyakan manusia tengah terlelap dalam mimpinya, sementara kita bersimbah airmata dalam berjuta harap yang tak pernah lenyap atas kasih sayang dan ampunan-Nya. Tangis yang akan menambah keimanan dan menyadarkan kita betapa tidak berdayanya kita tanpa pertolongan dan kasih sayang Allah. Tangis yang akan semakin mendekatkan kita dan membawa kita berlabuh pada cinta-Nya.
Maka menangislah, untuk kelembutan hatimu dan Cinta Tuhan-mu…!
Wallahu a'lam bisshawab.
Langganan:
Postingan (Atom)