Kamis, 22 Mei 2014

MAKALAH ETIKA KEILMUAN


 BAB I
PENDAHULUAN

                Ilmu Pengetahuan merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan  ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun  dalam perkembangannya kemajuan ilmu pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Sebagai sebuah disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya tekandung nilai-nilai seperti etika, moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak. Kendati tinggi ilmu seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan dan kemaslahatan orang banyak orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
 Dalam filsafat juga memiliki konsep pemikiran  baik dan buruk  yang dikenal dengan nama etika, yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk.  Suatu ilmu dan etika adalah sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan ilmu sangat dibutuhkan sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan kesejahteraan  dan kemaslahatan manusia.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah etika keilmuan ini adalah:
1.      Penngertian etika, moral
2.      Hubungan antara ilmu pengetahuan dan etika
3.      Apakah ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai
4.      Persoalan etika ilmu pengetahuan
5.      Sikap ilmiah dan tanggung jawab ilmuwan

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Etika, Moral
Secara etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan atau susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan manusia dalam kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk adalah suatu penilaian atas apa yang bisa dilihat dan dirasakan seperti perbuatan dan tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut aspek motif atau watak, sulit dinilai. Secara garis besar ada dua macam etika yaitu etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif hanya bersifat menggambarkan, melukiskan dan menceritakan sesuatu seperti apa adanya tanpa memberikan penilaian atau pedoman tentang bagaimana seharusnya bertindak. Sedangkan etika selain memberikan penilaian baik dan buruk juga memberikan pedoman mana yang harus diperbuat dan yang tidak.[1]
Dalam bahasa Yunani, ethika berati ethikos yang mengandung arti karakter, kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang menagandung analisis konsep-konsep seperti harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian kehidupan yang baik secara moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moral.[2]
Moral berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos, moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu yang menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu  dari suatu perilaku yang menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral mengandung empat pengertian: i)baik-buruk, benar-salah dalam aktifitas manusia, ii) tindakan yang adil dan wajar, iii) kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan kaidah tingkah laku yang dinilai benar-salah dan iv) Sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.[3]
 B.     Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Etika
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral  dan akhlak yang baik dan mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu pengetahuan sangat berguna dalam memberikan  arah atau pedoman  dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya. [4]
 Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya  berganti dengan proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran. [5]
Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan  kebahagiaan manusia.
 C.     Apakah Ilmu Bebas Nilai atau Tidak Bebas Nilai?
Untuk membedakan apakah ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai kita perlu membedakan antara penyelenggaraan ilmu itu sendiri dan penerapan Ilmu, antara mengusahakan ilmu dan menggunakan ilmu. Ilmu memang mewakili nilai tertentu, ilmu bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya, yang obyektif dan dikaji secara kritis. Bebas nilai adalah tuntutan bagi ilmu pengetahuan agar ilmu pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan niali-nilai lain di luar ilmu, agar ilmu pengetahuan dikembangkan demi ilmu pengetahuan dan tidak didasarkan pada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan tunduk pada berbagai pertimbangan di luar ilmu pengetahuan seperti politik, religius dan moral, ilmu tidak akan berkembang secara otonom, karena ilmu menjadi tidak murni. Di sini ada bahaya kebenaran yang harus dikorbankan demi nilai-nilai lain. Dengan demikian kita tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah dan rasional-obyektif.[6]
Menurut Konrad Kebung (2011) ilmu harus bebas nilai  dan lepas dari nilai-nilai di luar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan bertujuan memberi pemahaman tentang pelbagai masalah dalam hidup. Ada dua kecenderungan dasar dalam melihat tujuan  ilmu pengetahuan. Pertama, kecenderungan puritan-elitis (ilmu adalah sesuatu yang mewah, elit), bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu bertujuan untuk menemukan penjelasan tentang sagala sesuatu demi kebenaran yang memuaskan rasa ingin tau manusia. Kepuasan seorang ilmuwan adalah menemukan teori-teori besar yang dapat menjelaskan pelbagai persoalan terlepas dari kegunaan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan begitu ilmu pengetahuan menjadi sesuatu yang elit, mewah dan hanya untuk segelintir orang saja. Kedua, Kecenderungan pragmatis, ilmu pengetahuan tidak hanya untuk mencari penjelasan tentang berbagai persoalan tetapi juga untuk memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan, karena berguna ilmu menjadi menarik, membuat hidup menjadi lebih baik dan menyenangkan.[7]
Josep Situmorang (1996) seperti dikutip oleh Mohammad Adib, MA, menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. [8]  Ada  tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu: 1) Ilmu harus bebas dari pengeruh eksternal seperti faktor politis, idiologis, agama, budaya dan unsur kemasyarakatan lainnya, 2)Perlunya kebebasan ilmiah yang mendorong terjadinya otonomi ilmu pengetahuan. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan untuk menentukan diri sendiri, 3) Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis (yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu), karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Seorang sosiolog, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan aktifitasnya seperti mengajar atau menulis mengenai bidang sosial itu, mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan ke dalam bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung tujuan rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan orang, budaya, maka ilmu sosial tidak beralasan untuk diajarkan. Jadi meskipun obyektifitas merupakan ciri mutlak ilmu pengetahuan, tetapi dalam pengembangan atau penerapannya ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.[9]
 D.    Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis ini menyangkut  kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem dan  bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi manusia  dan bukan sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan  ilmu bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan  maka akan terjadi bencana  besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia.[10] Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Allah Swt.
E.     Sikap llmiah  dan tanggung jawab Ilmuwan
Ilmu adalah suatu cara berpikir tertentu mengenai suatu obyek dengan pendekatan yang khas sehingga menghasilkan kesimpulan berupa pengetahuan ilmiah, dalam arti bahwa sisten dan struktur ilmu itu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang bersifat kritis, rasional dan logis, obyektif dan terbuka. Namun yang juga penting adalah apakah pengembangan pengetahuan ilmiah itu membawa dampak positif`dan baik  bagi manusia atau sebaliknya justru membawa keburukan. Oleh karena itu penting sekali sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan. Dan di sini letak moralitas dari seorang ilmuwandalam penembangan ilmu, baik itu menyangkut tanggungjawabnya terhadap tata alamiah, terhadap manusia maupun terhadap Allah Swt. Sikap ilmiah yang sesuai bagi seorang ilmuwan antara lain: i) tidak adanya rasa pamrih yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektih; ii) Bersikap selektif yang menyangkut cara mengambil kesimpulan yang beragam, macam-macam metodologi dan lain-lain;            iii) selalu tidak merasa puas dengan hasil penelitiannya sehingga selalu ada dorongan untuk melakukan riset dalam hidupnya dan iv) Memiliki sikap etis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demi kebahagiaan manusia dan untuk pembangunan bangsa dan negara.[11]
Ilmu pengetahuan menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
Proses transformasi ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tidak terlepas dari ilmuwan. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggungjawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.  Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Dengan perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Peranan individu inilah yang bersifat dominan dalam kemajuan ilmu yang dapat mengubah wajah peradaban. Kreatifitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu berjalan secara efektif. Maka jelaslah bahwa seorang  ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, namun yang lebih penting adalah adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. [12]
Implikasi penting dari tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah bahwa setiap pencarian dan penemuan kebenaran secara ilmiah harus disertai dengan landasan etis yang utuh.. Proses pencarian dan penemuan kebenaran ilmiah yang dilandasi etika, merupakan kategori moral yang menjadi dasar sikap etis seorang ilmuwan. Ilmuwan bukan saja berfungsi sebagai penganalisis materi tersebut, tetapi juga harus memiliki moral yang baik.
Kaum ilmuwan tidak boleh menganggap ilmu dan teknologi adalah segala-galanya, masih terdapat banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia dengan baik. Demikian juga masih terdapat kebenaran-kebenaran lain disamping kebenaran keilmuan yang melengkapi harkat kemanusiaan yang hakiki. Jika kaum ilmuwan konsekuen dengan pandangan hidupnya baik secara moral maupun intelektual maka salah satu penyangga masyarakat modern ini, yaitu ilmu pengetahuan akan berdiri secara kokoh.
Di bidang etika tanggung jawab ilmuwan bukan lagi hanya memberikan informasi namun juga memberikan contoh bagaimana bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang lain, kukuh pada pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan. Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin berdasarkan rasionalitas dan metodologis yang tepat. Secara moral seorang ilmuwan tidak akan membiarkan hasil penelitiannya digunakan untuk tujuan yang melanggar asas-asas kemanusian. [13]
Pengetahuan merupakan sarana yang dapat digunakan untuk  kemaslahatan manusia dan dapat pula disalahgunakan. Sehingga tanggung jawab ilmuwan sangatlah besar, tanggung jawab akademis dan tanggung jawab moral. Jika ilmuwan telah dapat memenuhi tanggung jawab sosialnya, maka ilmu penetahuan itu akan berkembang dengan pesat, ilmu pengetahuan itu akan dapat memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia, dan ilmu pengetahuan itu tidak akan menimbulkan kerusakan dan konflik di masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN
          Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan. Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia dalam kelompok sosial lainnya.  Dalam proses penilaiannya etika memberikan arahan agar ilmu pengetahuan  berguna dalam memberikan  arah atau pedoman  dan tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan menurut pendapat beberapa tokoh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti faktor politis, idiologis, agama dan budaya. Tetapi dalam penerapannya ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan segi kemaslahatannya bagi umat manusia.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia untuk menentukan mana  yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan seorang ilmuwan harus menghasilkan pengetahuan ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka, kritis rasional, logis dan obyektif. Dan dalam pengembangannya diperlukan moralitas dan tanggung jawab yang tinggi dari ilmuwan sehingga berdampak positif bagi kehidupan manusia. Tanggung jawab ilmuwan meliputi tanggung jawab terhadap tata ilmiah, manusia dan kepada Allah Swt.

Darftar Pustaka
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,MA,  Filsafat Ilmu, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Prof. Konrad Kebung, Ph.D,  Filsafat Ilmu Pengetahuan, Pustakaraya, Jakarta, 2011.

Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu ( Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pngetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011






Tidak ada komentar:

Posting Komentar