Hari kelulusan sekolah merupakan peristiwa yang sangat berkesan bagi seluruh siswa dan juga merupakan saat yang ditunggu-tunggu setelah usai menjalani kegiatan Ujian Nasional. Apalagi jika pengumuman yang sangat dinantikan tersebut betul-betul sesuai dengan yang diharapkan, mereka lulus dengan nilai yang bisa dibanggakan. Walaupun sebenarnya kebahagian yang mereka rasakan sejatinya adalah kebahagiaan yang semu, kebahagiaan yang sesaat. Karena setelah kelulusan mereka harus memikirkan akan melanjutkan kemana dan sebagaian dari mereka juga akan dihadapkan pada kehidupan yang sebenarnya, yakni hidup di tengah-tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri.. Sehingga untuk merayakan kelulusan tersebut sebagian siswa mekngekspresikan kegembiraannya dengan berbagai cara. Diantara cara yang mereka lakukan adalah dengan mencoret-coret baju seragam.
Pada
saat pengumuman kelulusan sekolah seperti sudah merupakan sebuah tradisi para
siswa merayakannya dengan mencoret-coret baju seragam. Kegiatan tersebut
tampaknya sudah menjadi semacam budaya yang turun temurun dan sudah sangat
sulit untuk dibendung dan dikendalikan. Meskipun sebelum kelulusan telah ada
himbauan dari pihak sekolah bahkan dari Dinas Pendidikan setempat untuk tidak
melakukan aksi mencoret-coret seragam sekolah pada saat kelulusan, namun bagi
sebagian pelajar hal tersebut tampaknya sudah merupakan tradisi yang tidak bisa
ditinggalkan bahkan mungkin harus diwariskan.
Mungkin juga bagi mereka hal itu adalah simbol telah selesainya pendidikan
formal di sekolah yang ditinggalkan.
Aksi
corat-coret seragam sangat sulit untuk dikendalikan karena
dilakukan diluar sekolah sehingga kewenangan sekolah sudah tidak ada lagi.
Terlebih aksi tersebut tidak dilakukan oleh satu sekolah tertentu saja tetapi
hampir seluruh lulusan sekolah melakukannya. Tidak hanya di kota-kota, di
sekolah yang berada dikawasan pedesaan ternyata juga sudah banyak yang
melakukan aksi tersebut. Sepertinya kegiatan mereka sudah terkoordinasi dan direncanakan sebelumnya, hal
ini hal ini bisa dilihat karena seringnya terjadi konvoi bersama-sama di
jalanan setelah usai aksi mencoret-coret baju seragam.
Jika
aksi mencoret-coret baju seragam sekolah dan konvoi kendaraan tersebut masih
dilakukan dalam batas-batas kewajaran dan tidak mengganggu ketertiban
masyarakat mungkin masih bisa ditoleransi karena tidak menimbulkan masalah,
tetapi bagaimana jika aksi tersebut dilakukan secara liar? Aksi ini tentunya
mempunyai resiko yang tinggi, karena rentan akan terjadinya kecelakaan. Apalagi
mereka mengendarai motor tanpa pengaman helm, ditambah dengan suara motor yang
knalpotnya dilepas sehingga menimbulkan suara yang dapat memekakkan telinga,
memenuhi hampir seluruh badan jalan raya. Hal itu tentu memaksa pengendara lain
untuk memberikan kesempatan kepada para
lulusan yang konvoi di jalanan, sebagai antisipasi diri agar tidak terganggu.
Tetapi apapun alasannya sebenarnya aksi tersebut merupakan tindakan yang yang
sangat disayangkan dan seharusnya tidak dilakukan oleh para pelajar pada saat
kelulusan.
Pihak sekolah sebenarnya dapat
berusaha mengantisipasi agar aksi-aksi mencoret-coret baju seragam tidak dilakukan, salah satu upaya preventif yaitu dengan mewajibkan para siswa
yang akan menerima pengumuman mengenakan pakaian adat atau pakaian nasional dan
untuk tingkat SLTA para siswa laki-laki berpakaian ala seorang eksekutif muda dengan mengenakan dasi. Cara antisipasi lain yang bisa dilakukan
sekolah adalah dengan cara menyampaikan pengumuman dengan mengantarkan
pengumuman ke rumah masing-masing siswa, agar para siswa tidak datang ke sekolah
dengan mengenakan seragam sekolah sehingga aksi corat coret seragam bisa
dicegah. Pihak sekolah juga melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian
terdekat agar pelaksanaan pengumuman
berjalan dengan aman, tidak ada kerusuhan dan tidak ada aksi corat coret
seragam sekolah yang dilanjutkan dengan konvoi di jalan raya. Namun demikian
para lulusan sepertinya juga tidak pernah kehabisan akal, umumnya mereka sudah menyiapkan
pakaian seragam dengan cara menitipkan di tempat tertentu.
Melihat
fenomena seperti ini perlu dilakukan usaha secara terus menerus dari pihak
sekolah untuk menghimbau kepada para siswa agar tidak melakukan aksi-aksi yang
tidak berguna bahkan bisa mengganggu ketertiban umum pada saat kelulusan. Misalnya dengan melakukan pembiasaan pembiasaan yang baik
selama proses pembelajaran di sekolah, sehingga akan terbentuk karakter yang baik pada
diri siswa. Akan tetapi pihak sekolah juga tidak bisa bekerja sendirian, tetapi
harus juga ada koordinasi dengan orang tua, komite sekolah dan masyarakat agar
secara bersama-masa melakukan usaha preventif agar kebiasaan buruk tersebut tidak menjadi
sebuah tradisi yang sulit untuk dihilangkan. Pihak Dinas Pendidikan juga harus
memberikan dukungan dengan kebijakan yang tidak memberikan peluang terjadinya
hal-hal negatif di kalangan para siswa. Selain itu juga perlu adanya pengawasan
bahkan sanksi yang tegas dari pihak keamaan sehingga bisa memberikan pembelajaran dan memberi efek jera.
Ada banyak hal positif yang bisa
dilakukan para pelajar pada saat pengumuman kelulusan yang sangat berguna bagi
diri pelajar itu sendiri dan umumnya bagi orang lain. Misalnya dengan
mengumpulkan baju-baju seragam yang sudah tidak dipakai untuk disumbangkan
kepada anak lain yang membutuhkan, mengadakan doa bersama yang dikoordinir oleh
sekolah atau dengan melibatkan pihak orang tua dan wali murid. Jika hal
tersebut dilakukan secara intensif dan terus menerus, budaya negatif di
kalangan pelajar pada saat pengumuman kelulusan bisa diminimalkan bahkan tidak
mungkin akhirnya bisa dihilangkan.