Sabtu, 26 Mei 2012

BELAJAR JADI DRIVER

Motivasi untuk melakukan sesuatu itu datangnya bisa dari mana saja. Tanpa adanya motivasi maka tidak akan ada aksi, jadi yang ada adalah stagnasi, tidak ada mobilisasi. Dan lama-lama bisa basi... Dan kekuatan motivasi pun ternyata juga bermacam-macam. Bisa biasa-biasa saja sehingga aksi yang terjadipun juga tidak luar biasa. Atau motivasi yang tidak memberi efek apa-apa sehingga meski ada motivasi maka juga tidak ada reaksi apa-apa. Dan motivasi yang mampu membangkitkan kekuatan untuk merubah keadaan, dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang biasa menjadi luar biasa....

Maka aku juga tidak bisa mengatakan kira-kira motivasi yang kemudian menggerakkan aku sehingga mau belajar menjadi driver, ini termasuk kategori motivasi yang mana. Sebab kira-kira dua tahun yang lalu aku sudah pernah belajar juga, belum lagi lancar untuk mengoperasikan segala macam peralatan mobil jadulku, aku sudah kehilanagn keinginan untuk melanjutkan, sehingga  mana mungkin akan bisa mengemudikan mobil kebanggaanku itu... hehe... narsis.com. Maka belajarku itupun juga jadi sia-sia. Waktu itu aku hanya bisa mengendalikan roda empat  yang kuandalkan itu di tengah lapangan saja. Berputar-putar tanpa arah dan tujuan. Ya pokoknya jalaaan. Nampaknya saat itu nyaliku-pun tak ada tantangan jadi hanya ada sedikit ketakutan. Tapi begitu memasuki  jalan raya, ciuuuut, nyalikupun langsung mengkeret seperti kerupuk yang kehujanan. Jangankan untuk bisa mengendalikan yang aku kemudikan,  mengendalikan diriku sendiripun sama sekali tak ada keberanian. Akhirnya belajarku tidak aku lanjutkan. Saat itu aku yang aku pikirkan: "Ngapain juga susah-susah belajar mengendarai mobil sendiri, enakan tinggal naik lalu jalan...dan dijamin pasti aman... karena aku sudah punya sopir tersayang yang siap mengantarku kemanapun yang aku mau... hehe..."

Dan ternyata ketika kemudian datang motivasi yang lain, aku tidak bisa membohongiku diriku sendiri bahwa aku gak mau kalah saingan dengan saudara-saudaraku yang perempuan. Kalo tadinya  dua saudaraku yang lain sudah bisa, dan yang satu masih sama seperti aku belum bisa mengemudikan mobil sendiri, aku merasa,  masih ada teman yang juga sama-sama belum bisa. Maka aku merasa tenang-tenang aja. Tapi ketika satu-satunya saudaraku yang belum bisa itu memamerkan kemampuannya mengemudikan sendiri mobil barunya,  aku tidak bisa menyembunyikan keinginanku untuk belajar juga, apalagi dari segi usia dia jauh lebih senior, kenapa aku yang lebih muda tidak meniru pada semangatnya. Setidaknya aku bisa meniru semangatnya untuk lebih mandiri, dan tidak selalu bergantung pada suami. Dengan bisa menjadi driver sendiri  jika ada suami ada kesibukan  sehingga tidak bisa mengantarkan ke tujuan yang kita inginkan, kita bisa melakukan sendiri. Maka itu yang kemudian menjadi motivasiku untk kembali belajar, melanjutkan pelajaranku yang tertunda dua tahun lalu itu. Jadi bukan hanya karena takut kalah saingan.

Aku memang baru belajar, terutama mengendalikan ketakutanku sendiri ketika berada di belakang kemudi, mencoba menguasai diri dan membaca situasi jalan yang aku lewati. Bahkan untuk mengoperasikan segala peralatan mobil-pun aku masih sangat memerlukan ketelatenan, ketelitian dan kesabaran.Untunglah aku punya instruktur yang luar biasa, meski nada suaranya seringkali seperti sedang marah saat memberiku pengarahan, tapi aku tahu itu untuk keselamatanku dan tentu karena rasa sayangnya kepadaku. Terimakasih untuk suamiku, kalau sebelumnya yang memberi motivasi aku adalah saudara-saudara perempuanku maka sekarang suamiku adalah motivator nomor satu. hehehe...

Bingung juga tadi mau nulis apa, maka aku tulis saja ceritaku ini....

 (To be continued...............)


Senin, 07 Mei 2012

Menjadi Pengawas UN, bukan-lah pekerjaan mudah.

Sebenarnya catatan ini aku tulis sudah agak lama, yaitu ketika aku sedang mengawasi Ujian Nasional SMP akhir April lalu. Sekedar untuk mengisi kejenuhan. Setelah menyelesaikan penulisan berita acara, presensi dan mengedarkannya serta mengecek identitas semua peserta ujian untuk memastikan bahwa mereka telah mengisinya dengan benar, hanya duduk manis selama hampir dua jam sambil melototin siswa yang sedang mengerjakan soal-soal ujian ternyata cukup menjenuhkan. Karena tahun ini agak berbeda dengan tahun-tahun kemarin, dimana tempat duduk pengawas saling berdekatan sehingga bisa sambil "bisik-bisik" dengan teman sesama pengawas. Sekarang tempat duduk sengaja dibuat berjauhan, agar pengawas bisa konsen sepenuhnya dalam mengawasi para siswa. Tapi sebenarnya aku  lebih suka kondisi seperti ini. Pengawasan bisa lebih optimal dan  tidak banyak memberi kesempatan anak untuk bekerja sama, lirik sini, lirik sana. Dengan begitu tingkat kejujuran menjadi lebih tinggi yang berati hasil ujian lebih mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Meski kenyataannya masih ada saja yang mencuri-curi kesempatan untuk bisa berbincang2 dengan sesama teman pengawas lainnya.

Menjadi pengawas ujian yang nampaknya sebuah pekerjaan yang mudah, ternyata tidak sesederhana yang dipikirkan banyak orang. Sebagai contoh aku sendiri yang sudah berkali-kali menjadi pengawas, di hari pertama masih merasa nerves juga, takut akan terjadi kesalahan. Begitu juga dengan banyak pengawas lainnya. Nyatanya sesama pengawas satu ruangan kami selalu saling bertanya dan memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan dalam kepengawasan yang kami laksanakan. Apalagi bagi pengawas pemula. Hal ini terbukti juga dengan adanya beberapa kesalahan yang dilakukan di hari pertama. Ada yang tanda tangannya belum lengkap, sebagian lagi keliru memasukkan daftar hadir dan berita acara bersama LJUN yang mestinya hanya 1 lembar tapi yang dimasukkan dua lembar, ada juga yang pakta integritas  ditaruh li luar sampul, padahal  mestinya disertakan bersama LJUN. Memang bukan kesalahan yang fatal tetapi tetapi hal ini menandakan bahwa masih saja ada pengawas yang kurang optimal melaksanakan tugasnya. Bisa jadi karena keteledoran atau sekedar merasa gugup sehingga tak sengaja melakukan kesalahan.

Ada peristiwa yang cukup menghebohkan. Karena kurangnya kehati-hatian dan ketelitian pengawas, di salah satu sekolah ada satu ruang yang  terpaksa harus mengulang untuk mengikuti Ujian lagi. Karena pengawas lupa membagikan paket soal tidak sesuai dengan denah yang sudah ditentukan. Akibatnya kedua pengawas tersebut diberikan sangsi oleh dinas agar tidak mengawasi lagi dihari berikutnya, juga diberikan peringatan secara tertulis.  Sebenarnya kalau peristiwa ini diselesaikan dengan tenang dan ada koordinasi dengan panitia setempat dan beberapa unsur yang terkait mungkin tidak perlu terjadi pengulangan, karena pada prinsipnya para siswa sudah menjawab soal dan mengisi kode paket sesuai dengan yang tertera pada soal. Pengaturan denah paket pada masing-masing ruang pada prinsipnya hanya untuk meminimalkan ketidakjujuran dan upaya saling bekerjasama antar peserta ujian. Karena siswa dengan kode paket soal yang sama diatur agar berjauhan. Peristiwa ini memberikan pelajaran agar kita selalu memperhatikan setiap ketentuan yang diberlakukan dan bahwa dalam kondisi apapun kita mesti harus tetap bersikap tenang dan hati-hati, dan tidak lupa untuk selalu ada koordinasi.

Mencermati Ujian Nasional tahun ini, banyak memberikan nuansa baru. Karena banyak hal-hal baru yang diterapkan pada pelaksanaan ujian tahun ini. Sepertinya pemerintah berusaha semaksimal mungkin menjaga kejujuran pelaksanaan ujian nasional dan juga menjaga kridibilitas hasil ujian. Paket soal masih sama dengan tahun yang lalu yaitu sebanyak lima paket, hanya kodenya yang dibuat berbeda dengan tahun sebelumnya. Tetapi denah pembagian paket soal ditentukan oleh panitia tingkat propinsi. Panitia lokal dan pengawas tidak mengetahui sebelumnya tentang denah tersebut. Pengawas ruang juga baru bisa melihat denah itu setelah membuka soal-soal ujian. Penyegelan soal juga sangat ketat, sampul soal dibuat berlapis yang masing-msing disegel dengan stiker yang sengaja dibuat terpecah2 sehingga kalau ada yang membuka segel tersebut pasti akan rusak dan sobek menjadi beberapa bagian. Ada sampul luar yang disegel, berisi sampul soal yang juga disegel dan sampul LJUN. Hasil LJUN penyegelannya dilakukan oleh pengawas ruang di ruang ujian nasional dengan menggunakan segel stiker yang sama seperti sampul soal tadi. Sehingga jika tidak berhati-hati ketika membuka stiker itu bisa terpecah menjadi beberapa bagian. Maka tak heran jika dihari pertama ada beberapa segel hasil LJUN yang rusak dan terpecah menjadi tiga atau empat bagian. Kekuranghati2an dan ketergesaan pengawas saat membukanya bisa menyebabkan stiker itu sobek.

Dengan penyegelan yang demikian ketat tersebut sebenarnya peluang kebocoran soal sangatlah kecil. Tetapi anehnya masih saja ada berita tentang kebocoran soal di berbagai tempat yang setelah dicek kebenaran jawabannya mencapai sembilapuluh persen. Berarti memang kemungkinan besar berita itu bukan sekedar isapan jempol belaka. Kalau ada peristiwa seperti ini berarti pasti ada keterlibatan pihak-pihak tertentu yang menghalalkan segala cara untuk bisa meluluskan para siswanya.


Pengawas ruang ujian nasional  memiliki peran yang sangat penting dalam mengantisipasi adanya kecurangan selama pelaksanaan ujian. Dalam satu ruangan hanya terdiri dari duapuluh peserta, dan di ruangan tertentu yaitu ruang terakhir di suatu sekolah bisa kurang dari itu karena merupakan sisa dari ruang sebelumnya. Pengaturan tempat duduk diatur agak jarang dan tidak berdempetan. Dengan pengawas sebanyak dua orang  tidak sulit untuk bisa melihat setiap gerak gerik peserta ujian sekecil apapun.  Jika pengawas melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya akan bisa diketahui denga mudah jika ada yang melakukan kecurangan. Termasuk jika diantara peserta ujian ada yang mendapat suplai jawaban baik melalui hp atau kertas jawaban. Gerakan anak ketika membuka hp atau menyalin jawaban bisa diketahui, juga ketika anak tersebut harus mengedarkan atau memberitahukan jawaban kepada teman yang paketnya sama. Karena peserta dengan paket yang sama tempat duduknya relatif berjauhan. Pengawas ruang juga diberikan kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang diperlukan bila terjadi kecurangan. Jadi meski seandainya  ada kebocoran soal sebelum pelaksanaan ujian, tetapi peredaran jawabannya bisa dicegah di ruang ujian. Sehingga kebocoran soal yang terjadi sebelumnya tidak berarti apa-apa karena jawabannya tidak bisa sampai kepada siswa. Inilah sebenarnya begitu pentingnya tugas seorang pengawas ruang Ujian Nasional. Mereka punya tanggung jawab yang besar untuk menjaga kredibelitas hasil ujian dibawah pengawasannya.


Tetapi pada kenyataannya apakah semua berjalan seperti yang diharapkan? Inilah sulitnya. Semua seolah sudah dikondisikan agar pelaksanaan Ujian Nasional bisa berjalan agak longgar, seolah semua telah diatur sedemikian rupa sehingga peserta ujian bisa saling bantu dalam mengerjakan soal-soal. Meski mungkin masih ada juga pengawas yang melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tetapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari, itupun harus rela berbenturan dengan pengawas lainnya yang tidak sejalan bahkan mungkin akan tersisihkan oleh sistem. Jadi siapa bilang menjadi pengawas ujian nasional itu mudah?

Sebenarnya kalau kita mau jujur kelulusan yang dicapai dengan kecurangan pastilah merugikan siswa itu sendiri baik dari segi mental maupun masa depannya.  Anak akan menjadi pribadi yang tidak bisa mandiri dan selalu menggantungkan diri kepada orang lain, malas berusaha, dan akan cenderung mencari jalan pintas untuk memperoleh apa yang diinginkannya dengan "menghalalkan" berbagai cara. Mereka seperti diajarkan untuk melakukan itu semua. Jadi bagaimana mungkin mereka akan menjadi generasi yang bisa diandalkan?

Rasanya ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua insan yang terlibat dalam dunia pendidikan, agar ujian nasional benar-benar terlaksana dengan penuh kejujuran dan hasinya memiliki kredibelitas yang tinggi. Tidak sekedar mencapai target lulus 100% tetapi kenyataannya hanya ibarat membangun istana di atas pasir...

Wallahu a'lam bisshawab...

(Meski aku mengawasi sambil menulis catatan ini aku tetap melaksanakan tugas kepengawasan dengan sebaik-baiknya...)